Selasa, 09 Maret 2010

Makna Hidup

Kita belum hidup hari ini sebelum melakukan sesuatu untuk seseorang yang tidak dapat membayar kembali kepadamu..

Jumat, 26 Februari 2010

CATATAN MUSIM

Mendung menggelayut di langit, di susul gelegar angkasa memecah kebisingan malam jalan Pandanaran. Tetapi sebentar saja ribuan paku-paku air itu mulai mengguyur kota Semarang. Aku sendiri masih termangu di emperan Gramedia, menanti dan berharap cemas hujan itu segera berhenti. Dalam hati aku berdoa, agar tidak terlambat pulang ke asrama. Aku melihat orang-orang mulai menepi di tempat-tempat yang ada. Tiba-tiba saja pandanganku tertuju kepada sosok bocah lelaki, yang aku tafsirkan berumur kira-kira 10 tahun. Lelaki kecil itu duduk bersandar pada salah satu pilar gedung, diantara lalu lalang orang-orang yang keluar masuk Gramedia. Berbalut kemeja putih dan celana pendek coklat, matanya yang sayu berjuang kuat menahan kantuk berat. Sesaat ia tertidur, tetapi sesaat kemudian ia terjaga. Begitu seterusnya. Ia bahkan tak peduli kepada beberapa pasang mata yang menatapnya penuh iba. Ia terlalu asyik dengan impiannya. Parahnya lagi, ia pun seakan lupa masih ada tumpukan surat kabar dipangkuannya, yang belum habis terjual.
Seorang gadis menghampiri bocah itu, dan memberinya uang limaratusan. Sang bocah jadi tergagap, sebelum akhirnya keluar juga kata-kata darinya.
" Saya bukan pengemis, mbak ..." kalimatnya meluncur cepat di bawa angin.

" Saya hanya memberi, apalagi kamu tidak minta-minta kok!!" Balas gadis itu.
" Tapi, saya tidak butuh belas kasihan dari mbak!" Potong bocah itu .... Gadis itu tidak peduli, kemudian ia pergi membiarkan bocah lelaki itu menimang-nimang logam lima ratusan itu. Aku hanya terdiam menekuri lantai, menyaksikan adegan yang baru saja terjadi. Hujan sudah berhenti, meskipun masih menyisakan rintik-rintiknya yang kecil. Sejurus, aku meninggalkan keramaian Gramedia.



@@@@@
Sesampainya di asrama, pikiranku masih tidak lepas dari bocah tadi. Dia masih terlalu kuncup untuk mengenal warna-warni kehidupan. Sebegitu kejamnyakah kehidupan ini, yang memaksa bocah itu untuk kehilangan masa kecilnya, sehingga ia harus berpeluh di bawah matahari, atau harus rela di dera angin malam demi kepingan-kepingan rupiah. Untuk sesaat aku merasa begitu tolol, dengan bertanya dalam hati "Benarkah hidup ini kejam???"
" Hidup ini indah, Wulan ... indah saat kita mau menikmati apapun yang Tuhan berikan pada kita." Kata-kata temanku kemudian, melintas dibenakku. Aku jadi tertegun.
Ya ... kehidupan ini memang penuh dengan warna. Paling tidak, aku dapat belajar dari bocah kecil tadi. Walau aku tidak mengenal mendalam siapa dia, dari mana dia berasal, masih sekolah apa tidak. Paruh waktu bocah itu dihabiskannya untuk menyusuri tiap jalanan kota, sungguh mengagumkan!! Aku jadi merasa bersalah karena tidak sedikitpun aku menyapanya. Bukan karena egois semata. Tapi dari kehidupan yang dijalaninya, aku menangkap jelas adanya sebuah tanggung jawab yang diembannya dengan tulus, yang memampukannya mengatasi gejolak hidup, dan aku pikir dia dapat menunaikan tugasnya dengan baik. Selanjutnya aku bertanya dalam hati, apa jadinya kalau bocah kecil itu aku sendiri? Apakah aku dapat bertahan hidup dengan mengorbankan masa kecilku, hanya untuk mencari sesuap nasi? Bagaimana malu ku jika bertemu anak-anak sebayaku, hanya karena aku berjualan koran.
Aku begitu bersyukur pada Tuhan, atas kehidupan yang boleh diberikan-Nya kepadaku dengan menempatkan setingkat lebih baik dari bocah tadi. Karena di luar sana masih banyak orang-orang yang harus tertatih-tatih menjalankan hidupnya. Tetapi aku? aku tidak perlu takut dan kuatir menjalankan hidup, karena ada tangan Tuhan yang penuh kasih dan senantiasa menolongku setiap waktu. Catatan musim ini, sungguh memberikan pengalaman tersendiri di dalam hatiku, entah apa coraknya. Dan aku selalu tidak bisa mengerti kasih Tuhan yang begitu luar biasa, kerena terlalu sulit terjangkau oleh pikiranku.
Sebelum di buai malam yang pekat, aku berharap dan berdoa, agar bocah tadi dapat menerbangkan asanya dan menggapai kejoranya di langit. Esok masih ada hari panjang, mampukah kita menjalaninya dengan ucapan syukur dan optimis?? Soli Deo Gloria.

Semarang, 2003
Aspri lorong bawah (kmr. 13)